Tak
Selamanya Menjadi Yang Terbaik Itu Indah
Jika aku menjadi Erica goldson mungkin aku akan
sangat senang dan bahagia karena aku akan selalu menjadi yang terbaik. Tetapi
yang aku tidak harapkan dalam kehidupan Erica goldson untuk hadir dalam hidupku
yaitu saat Erica goldson tidak pernah menikmati hidupnya dan malah diperbudak
oleh ambisinya untuk menjadi yang terbaik. Dalam hidupku aku selalu berusaha
menjadi yang terbaik namun, tetap saja ada lagi seseorang yang lebih baik
dariku. Kesuksesan seseorang akan dibatasi oleh kesuksesan orang lain. Namun,
selama aku masih hidup harapan dan mimpi akan selalu hidup karena inilah aku.
Sungguh ironis saat mengetahui seorang Erica goldson
yang penuh dengan kesempurnaan ternyata tidak dapat merasakan keindahan hidup
dan keindahan untuk bermimpi. Dan akupun ingin bertanya, bagaimanakah masa
kecilnya saat dahulu? Apakah dia mempunyai masa-masa yang indah atau hanya
belajar, belajar dan belajar? Padahal disaat masa kecil aku juga seperti Erica
goldson, aku selalu mengerjakan PR-ku disaat malam hari. Berbeda dengan Erica
yang tidak pernah bermain, aku malah termasuk golongan anak yang rajin bermain
dan rajin belajar. Apakah Erica pernah menjadi seorang anak nakal? Seperinya
tidak karena dia selalu menjadi anak yang penurut. Berbeda dengan aku yang
sering berbuat nakal dan membuat pusing kedua orang tuaku. Perempuan yang
seharusnya berperilaku manis, dan manja tetapi dulu aku tidak berlaku manis,
aku suka memanjat pohon bersama teman laki-laki, bermain sepak bola, bermain
lumpur dan bahkan aku sering mengajak teman laki-lakiku untuk bermain
masak-masakan dan bermain boneka. Itu sedikit cerita mengenai kehidupanku
dimasa kecil. Aku takut menjadi
Erica karena aku tidak akan mendapatkan keindahan hidup.
Aku suka dengan kutipan pidato Erica “saya adalah
seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup bukan pekerja.
Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak. Sekarang,
saya telah berhasil menunjukan bahwa saya adalah budak terpintar.” Sungguh
menakutkan untuk menjadi seorang budak terpintar, ia kurang memiliki kerendahan
hati untuk menjalani kehidupan. Ia selalu mengikuti nafsu dan ambisinya
sehingga tidak menikmati keindahannya menjadi yang terbaik. Dan bukankah dia
mengatakan kalau dia seorang manusia kenapa tidak mau dan menutup diri untuk
merasakan kehidupan manusia. Kemudian dia adalah seorang pemikir, kenapa dia
tidak berfikir untuk keluar dari kehidupan menakutkannya walaupun satu kali
saja, asalkan merasakan keindahan dan kesenangan. Lalu bukankah ia adalah
pencari pengalaman hidup, kenapa tidak berusaha membuat dan menghias sendiri
hidupnya untuk menciptakan pengalaman hidup yang luar biasa. Dan ia bukan
pekerja, kenapa ia tidak melakukan suatu kegiatan inovasi lain, bukankah dia
seorang pemikir, apakah seorang budak tidak bisa berpikir menjadi seorang
majikan? Kenapa memilih menjadi pekerja disaat kita memiliki peluang untuk menjadi
seorang yang menciptakan kerja? Bukankah kita pemikir, kenapa sekali saja tidak berpikir
untuk menciptakan dan membentuk, kenapa selalu berpikir diciptakan dan
dibentuk? Bukankah diri kita adalah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar